Minggu, 21 Juli 2013

PROSES DAN KARAKTERISTIK BUDAYA ORGANISASI

BAB I
PENDAHULUAN

Budaya berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang, Soerjanto Poespowardojo (1993). The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia. Koentjaraningrat mengartikan budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan social yang tidak tampak, yang dapat menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja. Apalagi bila ia merupakan orang baru, maka dia akan berusaha mempelajari apa yang dilarang dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang harus dia lakukan dan apa yang tidak boleh dia lakukan dalam organisasi tempat dia bekerja. Kesimpulannya, bidaya organisasi mensosialisasikan dan menginternalisasi pada para anggota organisasi.
Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan, sebaliknya budaya organisasi yang lemah justru bisa menghambat pencapaian tujuan suatu perusahaan. Dalam perusahaan yang mempunyai budaya organisasi yang kuat, nilai kebersamaan dipahami secara mendalam, dianut, dan diperjuangkan oleh anggota organisasi (karyawan perusahaan).
Dalam mengelola perusahaan, para manajer di Indonesia pada umumnya sudah mengenal dan menerapkan prinsip manajemen modern, seperti misalnya penggunaan pendekatan struktur, system, strategi, MBO, dan sebaginya, meskipun ada juga beberapa perusahaan masih dikelola secara tradisional. Namun, masih banyak pakar dan praktisi yang kurang memperhatikan budaya organisasi, padahal budaya organisasi dapat digunakan sebagai salah satu alat manjemen untuk mencapai efisiensi, efektivitas, produktifitas, etos kerja, seperti yang ditunjukkan di berbagai perusahaan di Jepang, Amerika, dan beberapa perusahaan di Negara Eropa, dan ternyata dapat membuat perusahaan berhasil efektif.



BAB II
PEMBAHASAN

    I.       PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI
Penggunaan istilah budaya organisasi mengacu pada budaya yang berlaku dalam perusahaan, karena pada umumnya perusahaan itu merupakan suatu bentuk organisasi, yaitu kerja sama antara beberapa orang yang membentuk kelompok atau satuan kerja tersendiri. Dengan  kata lain budaya organisasi bisa disinonimkan sebagai budaya perusahaan. Budaya organisasi itu sendiri dapat didefinisikan sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values), keyakinan (beliefs), asumsi (assumptions), atau norma yang telah lama berlaku, disepakatai dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku dan pemecah masalah organisasinya.
Budaya yang kuat dan positif sangat berpengaruh terhadap perilaku dan efektifitas kinerja perusahaan sebagaimana dinyatakan oleh Deal dan Kennedy (1982), Miner (1990), Robbins (1990), karena dapat menimbulkan beberapa hal, yaitu:
1.     Nilai kunci yang saling menjalin, tersosialisasikan, menginternalisasi, menjiwai, pada para anggota, dan merupakan kekuatan yang tidak tampak
2.     Perilaku karyawan secara tak diadari terkendali dan terkoordinasi oleh kekuatan oleh kekuatan yang informal atau tidak tampak
3.     Para anggota merasa komit dan loyal pada organisasi
4.     Adanya musyawarah dan kebersamaan atau kesetaraan dalam hal yang berarti sebagi bentuk partisipasi, pengakuan, dan penghormatan terhadap karyawan
5.     Semua kegiatan berorientasi atau diarahkan kepada misi atau tujuan organisasi
6.     Para karyawan merasa senang, karena diakui dan dihargai martabat dan kontribusinya, yang sangat rewarding
7.     Adanya koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabilkan kegiatan perusahaan
8.     Berpengaruh kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek:
a.   Pengarah perilaku dan kinerja organisasi
b.   Penyebarannya para anggota kelompok
c.   Kekuatannya, yaitu menekan para anggota untuk melaksanakan nilai budaya
9.     Budaya perpengaruh terhadapperilaku individual maupun kelompok
Setiap organisasi pastilah memiliki suatu budaya, tetapi sebuah budaya dalam suatu organisasi tidaklah muncul begitu saja. Budaya organisasi muncul karena adanya proses yang cukup panjang. Proses tersebut terkadang memerlukan waktu yang singkat, tetapi tidak menutup kemungkinan suatu budaya baru dapat diterapkan di suatu organisasi setelah melalui proses yang cukup lama. Proses budaya organisasi dapat meliputi proses terbentuknya budaya organisasi, proses dipertahankannya budaya tersebut, dan proses perubahan budaya organisasi.
A.    Proses Terbentuknya Budaya Organisasi
Schein menyatakan bahwa pembentukan budaya organisasi tidak bias dipisahkan dari peran para pendiri organisasi. Prosesnya mengikuti alur berikut :
1.      Para pendiri dan pimpinan lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai-nilai, prespektif, artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya kepada para karyawan.
2.      Budaya muncul ketika para anggota berinteraksi satu sama lain untuk memecahkan masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integrasi internal dan adaptasi eksternal.
3.      Secara perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh menjadi seorang pencipta budaya baru (culture creator) dengan mengembangkan berbagai cara untuk menyelesaikan persoalan-persoalan individual seperti persoalan identitas diri, control, dan pemenuhan kebutuhan serta bagaimana agar bisa diterima oleh lingkungan organisasi yang diajarkan kepada generasi penerus.

Berikut ini adalah proses pembentukan budaya organisasi menurut para ahli :
1.      Robbins
Robbins menyatakan bahwa proses penciptaan budaya organisasi terjadi dalam tiga cara. Pertama, para pendiri hanya mempekerjakan dan mempertahankan karyawan yang memiliki pola pikir sama dan sependapat dengan cara-cara yang mereka tempuh. Kedua, mereka mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini dengan cara berpikir dan cara berperasaan mereka. Bila organisasi berhasil, maka visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama keberhasilan. Pada titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam ke dalam budaya organisasi.
Robbins membedakan budaya yang kuat dan budaya yang lemah. Budaya yang kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada prilaku karyawan dan lebih langsung terkait dengan pengutangan turn-over karyawan. Dalam budaya yang kuat, nilai inti organisasi dipegang secara mendalam dan dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai tersebut, maka makin kuat budaya tersebut. Budaya yang kuat juga memperlihatkan kesepakatan yang tinggi di kalangan anggota mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi. Kebulatan maksud tersebut selanjutnya membina keakraban, kesetiaan, dan komitmen organisasi.
2.      Brown
Brown menyatakan bahwa para pemimpin menyampaikan budaya melalui apa yang mereka katakan dan apa yang mereka lakukan. Schein dalam Yukl  mengemukakan peranan pemimpin dalam budaya organisasi, dimana para pemimpin mempunyai potensi yang paling besar dalam menanamkan budaya dan memperkuat aspek-aspek budaya dengan mekanisme sebagai berikut :
a.       Perhatian (attention)
Pemimpin di dalam menjalankan kepemimpinannya akan mengkomunikasikan prioritas-prioritas, nilai-nilai, perhatian mereka dengan cara menanyakan, memberi pendapat, memuji, dan menyampaikan kritik.
Sebagai contoh, restoran cepat saji McDonald dikenal kebersihannya karena secara berulang-ulang pendiri perusahaan menceritakan bagaimana dia mengejar-ngejar lalat untuk menjaga agar para pelanggan yang sedang menikmati hidangannya tidak terganggu oleh lalat tersebut. Cerita ini diterjemahkan para pegawai bahwa perusahaan sangat peduli pada kebersihan dan peduli kepada pelanggannya.
b.      Reaksi terhadap Krisis
Reaksi pemimpin dalam menghadapi krisis, merupakan potensi bagi para pegawai untuk mempelajari nilai-nilai dan asumsi-asumsi. Misalnya perusahaan yang sedang mengalami kesulitan keuangan cukup serius tetapi menghindari pemberhentian pegawai (PHK) dan membuat kebijakan untuk membuat para pegawai bekerja dengan waktu lebih pendek dan dengan demikian menerima pemotongan gaji. Pemimpin tersebut mengkomunikasikan dengan kuat bahwa ia mempertahankan pekerjaan para pegawai, dan berdasarkan prilakunya tersebut para pegawai meyakini bahwa pemimpinnya menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
c.       Pemodelan Peran
Pemimpin mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan-harapan mereka melalui tindakan mereka sendiri. Hal tersebut khususnya tindakan-tindakan yang memperlihatkan kesetiaan istimewa, pengorbanan diri, dan pelayanan yang melebihi apa yang ditugaskan. Seorang pemimpin yang membuat sebuah kebijakan atau prosedur tetapi tidak memberikan perhatian yang besar terhadap hal tersebut maka dalam hal ini pemimpin mengkomunikasikan pesan bahwa hal itu tidaklah penting atau tidak diperlukan. Seorang pemimpin yang bekerja keras dan selalu tepat waktu, misalnya, akan mengkomunikasikan bahwa bekerja keras dan tepat waktu merupakan hal yang penting dan dihargai dalam organisasi. Sebaliknya pemimpin yang selalu meminta anak buahnya untuk disiplin tetapi dia sendiri tidak disiplin maka sekeras apapun dia menyerukan kedisiplinan, karyawan tetap akan menganggap bahwa kedisiplinan bukanlah hal yang penting dalam organisasi.
d.      Alokasi Imbalan-imbalan
Kriteria-kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan-imbalan seperti peningkatan upah, atau promosi mengkomunikasikan apa yang dinilai oleh pemimpin dan organisasi tersebut. Pengakuan formal dan acara-acara seremonial dan pujian yang tidak formal mengkomunikasikan perhatian serta prioritas seorang pemimpin. Ketiadaan pengakuan terhadap kontribusi dan keberhasilan mengkomunikasikan bahwa hal tersebut bukan merupakan hal yang penting. Pemberian simbol-simbol terhadap status orang-orang tertentu juga mengkomunikasikan tentang apa yang penting dalam perusahaan. Pembedaan status yang terlalu mencolok tentu saja menunjukkan bahwa organisasi tidak menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Misalnya saja perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat relatif menggunakan simbol-simbol perbedaan status dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan Jepang. Keistimewaan tersebut misalnya berupa ruang makan dan tempat parkir khusus.
e.       Kriteria Menyeleksi dan Memberhentikan Karyawan
Para pemimpin dapat mempengaruhi budaya dengan merekrut orang yang memiliki nilai-nilai, ketrampilan-ketrampilan, atau ciri-ciri tertentu dan mempromosikan mereka ke posisi-posisi kekuasaan. Para pelamar yang tidak cocok dapat diskrining dengan prosedur-prosedur formal dan informal, dan ada juga prosedur-prosedur untuk meningkatkan seleksi diri sendiri, seperti memberi kepada pelamar informasi yang realistis tentang kriteria dan persyaratan bagi keberhasilan dalam organisasi. Kriteria serta prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan atau memberhentikan para anggota dari sebuah organisasi mengkomunikasikan juga nilai-nilai serta perhatian dari pemimpinnya.

B.     Proses Mempertahankan Budaya Organisasi
Mempertahankan budaya organisasi merupakan suatu perilaku yang mudah. Sekali suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi bertindak mempertahankan budaya dengan memberikan kepada para karyawan seperangkat pengalaman yang serupa. Robbins menyatakan bahwa terdapat tiga kekuatan yang merupakan bagian yang sangat penting dalam mempertahankan budaya organisasi, yaitu:
a.       Praktik Seleksi       
Tujuan utama dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam suatu organisasi. Proses seleksi memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu. Para calon belajar mengenai organisasi yang akan dimasuki, dan jika mereka merasakan suatu konflik antara nilai mereka dengan nilai organisasi, maka mereka dapat menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi jalan dua-arah, dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar untuk memutuskan kehendak hati mereka jika tampaknya terdapat kecocokan. Dengan cara ini, proses seleksi mendukung suatu budaya organisasi dengan menyeleksi keluar individu-individu yang mungkin menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya.
b.      Manajemen Puncak       
Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Lewat apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang organisasi, misalnya apakah pengambilan risiko diinginkan, berapa banyak kebebasan seharusnya diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakah yang pantas dan tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan upah, promosi, dan ganjaran lain.
c.       Sosialisasi       
Tidak peduli betapa baik yang telah dilakukan suatu organisasi dalam perekrutan dan seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi dalam budaya organisasi itu. Yang paling penting, karena para karyawan baru tersebut tidak mengenal baik budaya organisasi yang ada. Oleh karena itu, organisasi tampaknya akan berpotensi membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya. Proses penyesuaian ini disebut sosialisasi. 
Sosialisasi dapat dikonsepkan sebagai suatu proses yang terdiri atas tiga tahap yaitu:
-          Tahap pra-kedatangan
Yaitu periode pembelajaran di mana proses sosialisasi yang dilakukan sebelum karyawan baru bergabung dalam organisasi. 
-          Tahap perjumpaan
Yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru melihat apa yang sesungguhnya organisasi itu dan persimpangan yang mungkin dan kenyataan yang ada. 
-          Tahap metamorfosis
Yaitu tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru berubah dan menyesuaikan pekerjaan kelompok kerja dan organisasi.



C.     Proses Mengubah Budaya Organisasi
Merubah budaya organisasi luar biasa sulitnya, tetapi budaya-budaya itu dapat diubah. Misalnya, Lee Iacocca masuk Chrysler Corp. Dalam tahun 1978, ketika perusahaan itu tampak tertinggal beberapa pekan lagi akan bangkrut. Diperlukan waktu lima tahun tetapi ia menerima budaya Chrysler yang konservatif, melihat ke dalam, dan berorientasi rekayasa dan mengubahnya menjadi budaya yang berorientasi tindakan, tanggap pasar. Cerita ini sudah diketahui banyak orang.
Ada tiga langkah penting yang dilakukan dalam perubahan budaya organisasi. Pertama, sebelum organisasi bisa merubah budayanya, pertama harus memahami budaya yang ada. Kedua, pikirkanlah bentuk organisasi Anda dimasa datang, dan putuskan bagaimana budaya organisasi bisa mendukung kesuksesan. Visi apa yang dimiliki organisasi untuk masa depannya dan bagaimana seharusnya perubahan budaya bisa mendukung pemenuhan visi tersebut? Ketiga, individu dalam organisasi harus memutuskan untuk merubah perilaku mereka untuk mencipatakan budaya organisasi yang diinginkan. Ini adalah langkah tersulit dalam perubahan budaya.
Berikut ini unsur-unsur perubahan menurut beberapa ahli :
1.       Stephen P. Robbins
Robbins mengemukakan bahwa perubahan budaya paling mungkin terjadi bila kebanyakan atau semua kondisi berikut ini ada:
a.       Suatu krisis dramatis
Inilah kejutan yang menghancurkan status quo dan mengemukakan pertanyaan mengenai relevansi budaya yang ada. Contoh dari krisis ini mungkin berupa suatu kemunduran finansial yang mengejutkan, hilangnya pelanggan utama, atau terobosan teknologis yang dramatis oleh pesaing. Para eksekutif pada Pepsi-Cola dan Ameritech bahkan mengakui menciptakan krisis agar merangsang perubahan budaya dalam organisasi mereka. Misalnya saja, baru ketika eksekutif dari General Motors dan AT&T mampu dengan sukses menyampaikan kepada para karyawan krisis-krisis yang ditimbulkan oleh pesaing maka membuat budaya organisasi itu mulai menunjukkan tanda-tenda perubahan untuk menyesuaikan.
b.      Pergantian kepemimpinan 
Kepemimpinan puncak yang baru, yang dapat memberikan suatu perangkat alternatif dari nilai-nilai kunci, dapat dipersepsikan sebagai lebih mampu dalam menanggapi krisis itu. Yang pasti disini adalah eksekutif kepala dari organisasi itu tetapi itu juga mungkin perlu mencakup semua posisi manajemen senior. Mempekerjakan dirut dari luar pada IBM (Louis Gerstner) dan General Motor (Jack Smith) melukiskan upaya untuk memperkenalkan kepemimpinan baru.
c.       Organisasi yang muda dan kecil 
Makin muda organisasi itu, akan makin kurang berakar budayanya. Sama halnya, lebih mudah bagi manajemen untuk mengkomunikasikan nilai-nilainya yang baru bila organisasi itu kecil. Sekali lagi ini membantu menjelaskan kesulitan yang dihadapi korporasi multimiliar-dolar dalam mengubah budayanya.
d.      Budaya lemah 
Makin luas suatu budaya dianut dan makin tinggi kesepakatan di kalangan anggota mengenai nilai-nilainya, akan makin sulit mengubah budaya itu. Sebaliknya, budaya lemah lebih mudah menerima perubahan dari pada budaya yang kuat.

2.      Menutut Cartweight apabila ingin melakukan perubahan, maka perlu melakukan perbaikan budaya organisasi, antara lain:
a.       Vision as inspiration (visi sebagai inspirasi)
Visi merupakan konsep yang sulit bagi banyak orang, bukan hanya manajer.  Visi memerlukan imajinasi kreatif untuk memvisualisasikan menjadi sesuatu yang berbeda dan lebih baik dari sekarang.  Visualisasi tersebut merupakan inspirasi tujuan.  Dengan demikian, visi dapat menjdai inspirasi tentang tujuan yang hendak dicapai.
b.      The management of creative change (manajemen perubahan kreatif)
Perubahan yang kreatif adalah perubahan yang didukung oleh adanya inovasi, dan inovasi yang berkembang cepat adalah dalam bidang teknologi.  Dan untuk mengatasi perubahan perlu melakukan manajemen perubahan.
c.       Value-based management (manajemen berbasis nilai)
Penciptaan nilai secara berkelanjutan menambah nilai bagi bisnis. Sementara itu, maksud dari value management adalah untuk memastikan bahwa strategi manajer dan pilihan manajemen memberikan dampak langsung terhadap kinerja bisnis dan nilai pasarnya.
d.      The bottom line (pekerja rendah)
Apapun sistem perbaikan budaya yang disarankan kepada manajer, yang penting adalah bagaimana mempengaruhi bottom line.  Peningkatan moral, motivasi dan kreativitas pekerja diharapkan mempunyai pengaruh yang bermanfaat pada  bottom line.  Sebailiknya, pemegang anggaran ingin memaksakan  cost-effectiveness dari program perbaikan budaya. Dalam manajemen budaya, bottom line merupakan tujuan tertunggi.  Budaya merupakan kunci memaksimumkan kinerja bottom line
e.       Cultural transformation through business excellent (transformasi cultural melalui keunggulan bisnis)
Manajemen nilai-nilai budaya merupakan arah keunggulan bisnis. Kombinasi nilai pelayanan pelanggan dengan nilai-nilai pekerja berjalan baik dibawah potensi untuk perbaikan yang diusahakan oleh kepuasan pelanggan yang sudah ada dan survey kepuasan pekerja.  Terdapah hubungan langsung antaraemploye values management, customer values management, competitive advantage, dan kinerja bottom line.  Suatu organisasi hanya akan sebaik hasil yang dapat diberikan oleh orangnya.
f.       The europen business excellent model (model keunggulan bisnis eropa)
The europen business excellent model memberikan kerangka kerja strategis dan kriteria untuk mengelola organisasi dan mengidentifikasi kesempatan perbaikan tanpa memandang sifat dan ukuran organisasi. Culture management menyederhanakan kompleksitas organisasi.  Manajemen nilai budaya merupakan kunci keunggulan bisnis.
g.      Cultural management portofolio (portofolio manajemen budaya)
Ada delapan bidang yang menjadi alat dan teknik manajemen budaya yang memberikan dukungan langsung dan tidak langsung dan dapat digunakan untuk meningkatkan kemajuan dalam mencapai keunggulan bisnis, yaitu:  ukuran budaya, nilai pelayanan pelanggan, nilai-nilai pekerja dan tim building, pengembangan personal, pengembangan budaya kreatif dan inovatif, budaya partnership, manajemen perubahan dan nilai-nilai social.

3.      Frances Hesselbein mengembangkan tujuh langkah yang diperlukan untuk melakukan transformasi cultural yaitu:
a.       Mengamati beberapa kecenderungan lingkungan yang akan mempunyai dampak terbesar pada organisasi dimasa depan.
b.      Mempertimbangkan implikasi dari kecenderungan tersebut
c.       Meninjau kembali misi dan menyempurnakan
d.      Meninggalkan hierarki lama dan menciptakan struktur dan sistem manajemen yang fleksibel dan cair yang melepaskan energy orang
e.       Menantang asumsi, kebijakan dan prosedur dan hanya menjaga yang mencerminkan masa depan yang diinginkan
f.       Mengkomunikasikan beberapa pesan yang memaksa yang memobilaisasi orang sekitar misi, tujuan dan nilai-nilai
g.      Membubarkan tanggung jawab kepemimpinan terhadap organisasi pada setiap tingkatan.

 II.      KARAKTERISTIK BUDAYA ORGANISASI
Budaya perusahaan merupakan sesuatu hal yang sangat kompleks. Oleh karena itu budaya perusahaan harus memiliki beberapa karakteristik sebagai wujud nyata keberadaannya.
Berikut ini adalah karakteristik budaya organisasi menurut beberapa ahli :
1.      Tan
Karakteristik budaya organisasi menurut Tan adalah sebagai berikut:
a.       Individual initiative 
Yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan kemerdekaan yang dimiliki individu.
b.      Risk tolerance
Yaitu suatu tingkatan dimana pekerja didorong mengambil resiko, menjadi agresif dan inovatif.
c.       Direction
Yaitu kemampuan orgasasi menciptakan tujuan yang jelas dan menetapkan harapan kinerja.
d.      Integration
Yaitu tingkat dimana unit dalam organisasi didorong untuk beroperasi dengan cara terkoordinasi.
e.       Management support
Yaitu tingkatan dimana manajer mengusahakan komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan pada bawahannya.
f.       Control
Yaitu jumlah aturan dan pengawasan langsung yang dipergunakan untuk melihat dan mengawasi perilaku pekerja.
g.       Identity
Yaitu tingkatan dimana anggota mengidentifikasi bersama organisasi secara keseluruhan dari pada dengan kelompok kerja atau bidang keahlian professional tertentu.
h.      Reward system
Yaitu suatu tingkatan dimana alokasi reward, kenaikan gaji atau promosi, didasarkan pada criteria kinerja pekerja, dan bukan pada senioritas atau favoritisme.
i.        Conflict tolerance
Yaitu suatu tingkatan dimana pekerja didorong menyampaikan konflik dan kritik secara terbuka.
j.        Communication patterns
Yaitu suatu tingkatan dimana komunikasi organisasional dibatasi pada kewenangan hierarki formal

2.      Robbins
Mengemukakan tujuh karakteristik primer atau utama yang digunakan secara bersama untuk memahami hakikat dari suatu budaya organisasi. Ketujuh karakteristik primer tersebut meliputi:
a.        Inovasi dan pengambilan resiko (innovation and risk taking)
Sejauhmana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil resiko dalam melakukan tugas dan pekerjaannya.
b.      Perhatian terhadap detail (attention to detail)
Sejauhmana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian terhadap detail.
c.       Orientasi pada hasil (outcome orientation).
Sejauhmana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
d.      Orientasi orang (people crientation).
Sejauhmana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu.
e.       Orientasi pada tim (team orientation).
Sejauhmana kegiatan kerja diorganisasikan berdasar tim, bukannya berdasar individu.
f.       Agresivitas (aggresiveness).
Sejauhmana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai santai.
g.      Kemantapan (stability).
Sejauhmana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan.
Setiap karakteristik tersebut berada pada bobot dari rendah ke tinggi. Oleh karenanya dengan menilai organisasi berdasarkan tujuh karakteristik tersebut akan diperoleh gambaran gabungan atas budaya organisasi itu. Gambaran itu menjadi dasar bagi perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, cara penyelesaian urusan di dalamnya, dan cara para anggota diharapkan berperilaku.
Para karyawan membentuk persepsi keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan karakteristik budaya organisasi seperti yang telah diuraikan di atas. Persepsi karyawan mengenai realitas budaya organisasinya menjadi dasar karyawan berperi;aku, bukan mengenai realitas budaya organisasi itu sendiri. Persepsi yang mendukung atau tidak mendukung berbagai karakteristik organisasi tersebut kemudian mempengaruhi kinerja karyawan.

3.      Sedangkan Jakarta Consulting Group menggunakan sepuluh macam karakteristik budaya organisasi, yang meliputi:
a.       Inisiatif Individu
Seberapa jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam perusahaan. Meliputi derajat tanggung jawab, kebebasan, dan independensi dari masing-masing anggota organisasi. Seberapa besar seseorang diberi wewenang dalam menjalankan tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang harus dipikul sesuai kewenangannya dan seberapa luas kebebasan dalam mengambil keputusan.
b.      Toleransi
Seberapa jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif, dan mau menghadapi resiko di dalam pekerjaannya.
c.       Pengarahan
Kejelasan organisasi dalam menentukan tujuan dan harapan terhadap sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan waktu.
d.      Integrasi
Bagaimana unit-unit dalam organisasi didorong untuk melakukan kegiatannya dalam suatu koordinasi yang baik. Seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama ditekankan dalam pelaksanaan tugas. Seberapa dalam interdependensi antar sumber daya manusia.
e.       Dukungan Manajemen
Seberapa jauh para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.
f.       Pengawasan
Meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan.
g.      Identitas
Pemahaman anggota organisasi yang loyal kepada organisasi secara penuh. Seberapa jauh loyalitas terhadap organisasi.
h.      Sistem Penghargaan
Alokasi reward yang berdasarkan pada kriteria hasil kerja karyawan. Pada perusahaan yang sistem penghargaannya jelas, semuanya telah terstandarisasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
i.        Toleransi Terhadap Konflik
Usaha mendorong karyawan untuk kritis terhadap konflik yang terjadi. Dalam budaya perusahaan yang toleransi konfliknya tinggi, perdebatan dalam pertemuan adalah sesuatu yang wajar. Tetapi dalam perusahaan yang toleransi konfliknya rendah, SDM akan menghindari perdebatan dan menggerutu.
j.        Pola Komunikasi
Komunikasi organisasi yang terbatas pada hierarki formal dari setiap perusahaan.



BAB III
PENUTUP

Budaya organisasi pada dasarnya mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk mereka yang ada di dalam hierarki organisasi, sehingga budaya organisasi tersebut sangat penting perannya dalam mendukung terciptanya suatu organisasi yang efektif. Lebih spesifik lagi, budaya organisasi dapat berperan dalam menciptakan jati mengembangkan keikatan pribadi dengan organisasi sekaligus menyajikan pedoman perilaku kerja.
Budaya organisasi memberikan desain konseptual yang berisi standar untuk mengambil suatu keputusan mengenai apa yang harus dilakukan dan bagaiman melaksanakannya. Ddesain konseptual muncul dalam suatu proses interaksi social yang berorientasi terutama pada pemecahan masalah, yang dari wakti ke waktu himpunan budaya yang diciptakan itu dialihkan dari generasi ke generasi secara berkesinambungan.
Jadi, budaya organisasi yang benar-benar dikelola sebagai alat manajemen akan berpengaruh dan menjadi pendorong bagi karyawan untuk berperilaku positif, dedikatif, dan produktif. Nilai budaya itu tidak tampak, tetapi merupakan kekuatan yang mendorong perilaku untuk menghasilkan efektifitas kinerja.




DAFTAR PUSTAKA

Sumber Pustaka:
Riani, Asri Laksmi.2011.Budaya Organisasi.Yogyakarta:Graha ilmu.
Sobirin, Achmad.2007.Budaya Organisasi: Pengertian, Makna dan Aplikasinya dam
Kehidupan Organisasi.Yogyakarta:UPP STIM YKPN
Sutrisno, Edi.2010.Budaya Organisasi.Jakarta: Kencana

Sumber Internet: