BAB
I
PENDAHULUAN
Budaya berasal dari
Bahasa Latin yaitu Colere yang
memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang, Soerjanto
Poespowardojo (1993). The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan
adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui
kehidupan sosial, seni, agama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran
manusia dari suatu kelompok manusia. Koentjaraningrat
mengartikan budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan cara belajar.
Budaya organisasi
merupakan suatu kekuatan social yang tidak tampak, yang dapat menggerakkan
orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan aktivitas kerja. Apalagi
bila ia merupakan orang baru, maka dia akan berusaha mempelajari apa yang
dilarang dan apa yang diwajibkan, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang
harus dia lakukan dan apa yang tidak boleh dia lakukan dalam organisasi tempat
dia bekerja. Kesimpulannya, bidaya organisasi mensosialisasikan dan
menginternalisasi pada para anggota organisasi.
Budaya organisasi
yang kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan, sebaliknya budaya organisasi yang
lemah justru bisa menghambat pencapaian tujuan suatu perusahaan. Dalam
perusahaan yang mempunyai budaya organisasi yang kuat, nilai kebersamaan
dipahami secara mendalam, dianut, dan diperjuangkan oleh anggota organisasi
(karyawan perusahaan).
Dalam mengelola perusahaan,
para manajer di Indonesia pada umumnya sudah mengenal dan menerapkan prinsip
manajemen modern, seperti misalnya penggunaan pendekatan struktur, system,
strategi, MBO, dan sebaginya, meskipun ada juga beberapa perusahaan masih
dikelola secara tradisional. Namun, masih banyak pakar dan praktisi yang kurang
memperhatikan budaya organisasi, padahal budaya organisasi dapat digunakan
sebagai salah satu alat manjemen untuk mencapai efisiensi, efektivitas,
produktifitas, etos kerja, seperti yang ditunjukkan di berbagai perusahaan di
Jepang, Amerika, dan beberapa perusahaan di Negara Eropa, dan ternyata dapat
membuat perusahaan berhasil efektif.
BAB II
PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN
BUDAYA ORGANISASI
Penggunaan istilah
budaya organisasi mengacu pada budaya yang berlaku dalam perusahaan, karena
pada umumnya perusahaan itu merupakan suatu bentuk organisasi, yaitu kerja sama
antara beberapa orang yang membentuk kelompok atau satuan kerja tersendiri. Dengan kata lain budaya organisasi bisa disinonimkan
sebagai budaya perusahaan. Budaya organisasi itu sendiri dapat didefinisikan
sebagai perangkat sistem nilai-nilai (values),
keyakinan (beliefs), asumsi (assumptions), atau norma yang telah lama
berlaku, disepakatai dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai
pedoman perilaku dan pemecah masalah organisasinya.
Budaya yang kuat dan positif sangat
berpengaruh terhadap perilaku dan efektifitas kinerja perusahaan sebagaimana
dinyatakan oleh Deal dan Kennedy (1982), Miner (1990), Robbins (1990), karena
dapat menimbulkan beberapa hal, yaitu:
1. Nilai kunci yang
saling menjalin, tersosialisasikan, menginternalisasi, menjiwai, pada para
anggota, dan merupakan kekuatan yang tidak tampak
2. Perilaku
karyawan secara tak diadari terkendali dan terkoordinasi oleh kekuatan oleh
kekuatan yang informal atau tidak tampak
3. Para
anggota merasa komit dan loyal pada organisasi
4. Adanya
musyawarah dan kebersamaan atau kesetaraan dalam hal yang berarti sebagi bentuk
partisipasi, pengakuan, dan penghormatan terhadap karyawan
5. Semua
kegiatan berorientasi atau diarahkan kepada misi atau tujuan organisasi
6. Para karyawan
merasa senang, karena diakui dan dihargai martabat dan kontribusinya, yang
sangat rewarding
7. Adanya
koordinasi, integrasi, dan konsistensi yang menstabilkan kegiatan perusahaan
8. Berpengaruh
kuat terhadap organisasi dalam tiga aspek:
a. Pengarah
perilaku dan kinerja organisasi
b. Penyebarannya
para anggota kelompok
c. Kekuatannya,
yaitu menekan para anggota untuk melaksanakan nilai budaya
9. Budaya
perpengaruh terhadapperilaku individual maupun kelompok
Setiap organisasi pastilah memiliki
suatu budaya, tetapi sebuah budaya dalam suatu organisasi tidaklah muncul
begitu saja. Budaya organisasi muncul karena adanya proses yang cukup panjang.
Proses tersebut terkadang memerlukan waktu yang singkat, tetapi tidak menutup
kemungkinan suatu budaya baru dapat diterapkan di suatu organisasi setelah
melalui proses yang cukup lama. Proses budaya organisasi dapat meliputi proses
terbentuknya budaya organisasi, proses dipertahankannya budaya tersebut, dan
proses perubahan budaya organisasi.
A. Proses Terbentuknya Budaya
Organisasi
Schein menyatakan bahwa pembentukan
budaya organisasi tidak bias dipisahkan dari peran para pendiri organisasi.
Prosesnya mengikuti alur berikut :
1.
Para
pendiri dan pimpinan lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai-nilai,
prespektif, artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya kepada para karyawan.
2.
Budaya
muncul ketika para anggota berinteraksi satu sama lain untuk memecahkan
masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integrasi internal dan adaptasi
eksternal.
3.
Secara
perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh menjadi seorang pencipta
budaya baru (culture creator) dengan
mengembangkan berbagai cara untuk menyelesaikan persoalan-persoalan individual
seperti persoalan identitas diri, control, dan pemenuhan kebutuhan serta
bagaimana agar bisa diterima oleh lingkungan organisasi yang diajarkan kepada
generasi penerus.
Berikut ini adalah proses
pembentukan budaya organisasi menurut para ahli :
1.
Robbins
Robbins
menyatakan bahwa proses penciptaan budaya organisasi terjadi dalam tiga cara.
Pertama, para pendiri hanya mempekerjakan dan mempertahankan karyawan yang
memiliki pola pikir sama dan sependapat dengan cara-cara yang mereka tempuh.
Kedua, mereka mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini
dengan cara berpikir dan cara berperasaan mereka. Bila organisasi berhasil,
maka visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama keberhasilan. Pada
titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam ke dalam budaya
organisasi.
Robbins membedakan
budaya yang kuat dan budaya yang lemah. Budaya yang kuat mempunyai dampak yang lebih besar pada
prilaku karyawan dan lebih langsung terkait dengan pengutangan turn-over karyawan.
Dalam budaya yang kuat, nilai inti organisasi dipegang secara mendalam dan
dianut bersama secara meluas. Makin banyak anggota yang menerima nilai-nilai
inti dan makin besar komitmen mereka pada nilai-nilai tersebut, maka makin kuat
budaya tersebut. Budaya yang kuat juga memperlihatkan kesepakatan yang tinggi
di kalangan anggota mengenai apa yang dipertahankan oleh organisasi. Kebulatan
maksud tersebut selanjutnya membina keakraban, kesetiaan, dan komitmen
organisasi.
2.
Brown
Brown menyatakan
bahwa para pemimpin menyampaikan budaya melalui apa yang mereka katakan dan apa
yang mereka lakukan. Schein dalam Yukl mengemukakan
peranan pemimpin dalam budaya organisasi, dimana para pemimpin mempunyai
potensi yang paling besar dalam menanamkan budaya dan memperkuat aspek-aspek
budaya dengan mekanisme sebagai berikut :
a.
Perhatian (attention)
Pemimpin di
dalam menjalankan kepemimpinannya akan mengkomunikasikan prioritas-prioritas,
nilai-nilai, perhatian mereka dengan cara menanyakan, memberi pendapat, memuji,
dan menyampaikan kritik.
Sebagai contoh,
restoran cepat saji McDonald dikenal kebersihannya karena secara berulang-ulang
pendiri perusahaan menceritakan bagaimana dia mengejar-ngejar lalat untuk
menjaga agar para pelanggan yang sedang menikmati hidangannya tidak terganggu
oleh lalat tersebut. Cerita ini diterjemahkan para pegawai bahwa perusahaan
sangat peduli pada kebersihan dan peduli kepada pelanggannya.
b.
Reaksi terhadap Krisis
Reaksi pemimpin
dalam menghadapi krisis, merupakan potensi bagi para pegawai untuk mempelajari
nilai-nilai dan asumsi-asumsi. Misalnya perusahaan yang sedang mengalami
kesulitan keuangan cukup serius tetapi menghindari pemberhentian pegawai (PHK)
dan membuat kebijakan untuk membuat para pegawai bekerja dengan waktu lebih
pendek dan dengan demikian menerima pemotongan gaji. Pemimpin tersebut
mengkomunikasikan dengan kuat bahwa ia mempertahankan pekerjaan para pegawai,
dan berdasarkan prilakunya tersebut para pegawai meyakini bahwa pemimpinnya
menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
c.
Pemodelan Peran
Pemimpin
mengkomunikasikan nilai-nilai dan harapan-harapan mereka melalui tindakan
mereka sendiri. Hal tersebut khususnya tindakan-tindakan yang memperlihatkan
kesetiaan istimewa, pengorbanan diri, dan pelayanan yang melebihi apa yang
ditugaskan. Seorang pemimpin yang membuat sebuah kebijakan atau prosedur tetapi
tidak memberikan perhatian yang besar terhadap hal tersebut maka dalam hal ini
pemimpin mengkomunikasikan pesan bahwa hal itu tidaklah penting atau tidak
diperlukan. Seorang pemimpin yang bekerja keras dan selalu tepat waktu,
misalnya, akan mengkomunikasikan bahwa bekerja keras dan tepat waktu merupakan
hal yang penting dan dihargai dalam organisasi. Sebaliknya pemimpin yang selalu
meminta anak buahnya untuk disiplin tetapi dia sendiri tidak disiplin maka
sekeras apapun dia menyerukan kedisiplinan, karyawan tetap akan menganggap
bahwa kedisiplinan bukanlah hal yang penting dalam organisasi.
d.
Alokasi Imbalan-imbalan
Kriteria-kriteria
yang digunakan sebagai dasar untuk mengalokasikan imbalan-imbalan seperti
peningkatan upah, atau promosi mengkomunikasikan apa yang dinilai oleh pemimpin
dan organisasi tersebut. Pengakuan formal dan acara-acara seremonial dan pujian
yang tidak formal mengkomunikasikan perhatian serta prioritas seorang pemimpin.
Ketiadaan pengakuan terhadap kontribusi dan keberhasilan mengkomunikasikan
bahwa hal tersebut bukan merupakan hal yang penting. Pemberian simbol-simbol
terhadap status orang-orang tertentu juga mengkomunikasikan tentang apa yang
penting dalam perusahaan. Pembedaan status yang terlalu mencolok tentu saja
menunjukkan bahwa organisasi tidak menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
Misalnya saja perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat relatif menggunakan
simbol-simbol perbedaan status dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan
Jepang. Keistimewaan tersebut misalnya berupa ruang makan dan tempat parkir
khusus.
e.
Kriteria Menyeleksi dan
Memberhentikan Karyawan
Para pemimpin
dapat mempengaruhi budaya dengan merekrut orang yang memiliki nilai-nilai,
ketrampilan-ketrampilan, atau ciri-ciri tertentu dan mempromosikan mereka ke
posisi-posisi kekuasaan. Para pelamar yang tidak cocok dapat diskrining dengan
prosedur-prosedur formal dan informal, dan ada juga prosedur-prosedur untuk
meningkatkan seleksi diri sendiri, seperti memberi kepada pelamar informasi
yang realistis tentang kriteria dan persyaratan bagi keberhasilan dalam
organisasi. Kriteria serta prosedur-prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan
atau memberhentikan para anggota dari sebuah organisasi mengkomunikasikan juga
nilai-nilai serta perhatian dari pemimpinnya.
B. Proses Mempertahankan Budaya
Organisasi
Mempertahankan budaya organisasi merupakan suatu perilaku yang
mudah. Sekali suatu budaya terbentuk, praktik-praktik di dalam organisasi
bertindak mempertahankan budaya dengan memberikan kepada para karyawan
seperangkat pengalaman yang serupa. Robbins menyatakan bahwa terdapat tiga
kekuatan yang merupakan bagian yang sangat penting dalam mempertahankan budaya
organisasi, yaitu:
a. Praktik
Seleksi
Tujuan
utama dari proses seleksi adalah mengidentifikasi dan mempekerjakan
individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk
melakukan pekerjaan dengan sukses di dalam suatu organisasi. Proses seleksi
memberikan informasi kepada para pelamar mengenai organisasi itu. Para calon
belajar mengenai organisasi yang akan dimasuki, dan jika mereka merasakan suatu
konflik antara nilai mereka dengan nilai organisasi, maka mereka dapat
menyeleksi diri keluar dari kumpulan pelamar. Oleh karena itu, seleksi menjadi
jalan dua-arah, dengan memungkinkan pemberi kerja atau pelamar untuk memutuskan
kehendak hati mereka jika tampaknya terdapat kecocokan. Dengan cara ini, proses
seleksi mendukung suatu budaya organisasi dengan menyeleksi keluar individu-individu
yang mungkin menyerang atau menghancurkan nilai-nilai intinya.
b. Manajemen
Puncak
Tindakan
manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Lewat apa
yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku, eksekutif senior
menegakkan norma-norma yang mengalir ke bawah sepanjang organisasi, misalnya
apakah pengambilan risiko diinginkan, berapa banyak kebebasan seharusnya
diberikan oleh para manajer kepada bawahan mereka, pakaian apakah yang pantas
dan tindakan apakah akan dihargai dalam kenaikan upah, promosi, dan ganjaran
lain.
c. Sosialisasi
Tidak
peduli betapa baik yang telah dilakukan suatu organisasi dalam perekrutan dan
seleksi, karyawan baru tidak sepenuhnya diindoktrinasi dalam budaya organisasi
itu. Yang paling penting, karena para karyawan baru tersebut tidak mengenal
baik budaya organisasi yang ada. Oleh karena itu, organisasi tampaknya akan
berpotensi membantu karyawan baru menyesuaikan diri dengan budayanya. Proses
penyesuaian ini disebut sosialisasi.
Sosialisasi
dapat dikonsepkan sebagai suatu proses yang terdiri atas tiga tahap yaitu:
-
Tahap pra-kedatangan
Yaitu
periode pembelajaran di mana proses sosialisasi yang dilakukan sebelum karyawan
baru bergabung dalam organisasi.
-
Tahap perjumpaan
Yaitu
tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru melihat apa yang
sesungguhnya organisasi itu dan persimpangan yang mungkin dan kenyataan yang
ada.
-
Tahap metamorfosis
Yaitu
tahap dalam proses sosialisasi di mana karyawan baru berubah dan menyesuaikan
pekerjaan kelompok kerja dan organisasi.
C. Proses Mengubah Budaya Organisasi
Merubah budaya organisasi luar biasa
sulitnya, tetapi budaya-budaya itu dapat diubah. Misalnya, Lee Iacocca masuk
Chrysler Corp. Dalam tahun 1978, ketika perusahaan itu tampak tertinggal
beberapa pekan lagi akan bangkrut. Diperlukan waktu lima tahun tetapi ia
menerima budaya Chrysler yang konservatif, melihat ke dalam, dan berorientasi rekayasa
dan mengubahnya menjadi budaya yang berorientasi tindakan, tanggap pasar.
Cerita ini sudah diketahui banyak orang.
Ada tiga langkah penting yang dilakukan
dalam perubahan budaya organisasi. Pertama, sebelum organisasi bisa merubah
budayanya, pertama harus memahami budaya yang ada. Kedua, pikirkanlah bentuk
organisasi Anda dimasa datang, dan putuskan bagaimana budaya organisasi bisa
mendukung kesuksesan. Visi apa yang dimiliki organisasi untuk masa depannya dan
bagaimana seharusnya perubahan budaya bisa mendukung pemenuhan visi tersebut?
Ketiga, individu dalam organisasi harus memutuskan untuk merubah perilaku
mereka untuk mencipatakan budaya organisasi yang diinginkan. Ini adalah langkah
tersulit dalam perubahan budaya.
Berikut
ini unsur-unsur perubahan menurut beberapa ahli :
1.
Stephen P. Robbins
Robbins mengemukakan
bahwa perubahan budaya paling mungkin terjadi bila kebanyakan atau semua
kondisi berikut ini ada:
a.
Suatu krisis dramatis
Inilah kejutan
yang menghancurkan status quo dan mengemukakan pertanyaan mengenai relevansi
budaya yang ada. Contoh dari krisis ini mungkin berupa suatu kemunduran
finansial yang mengejutkan, hilangnya pelanggan utama, atau terobosan
teknologis yang dramatis oleh pesaing. Para eksekutif pada Pepsi-Cola dan
Ameritech bahkan mengakui menciptakan krisis agar merangsang perubahan budaya
dalam organisasi mereka. Misalnya saja, baru ketika eksekutif dari General
Motors dan AT&T mampu dengan sukses menyampaikan kepada para karyawan
krisis-krisis yang ditimbulkan oleh pesaing maka membuat budaya organisasi itu
mulai menunjukkan tanda-tenda perubahan untuk menyesuaikan.
b. Pergantian kepemimpinan
Kepemimpinan
puncak yang baru, yang dapat memberikan suatu perangkat alternatif dari
nilai-nilai kunci, dapat dipersepsikan sebagai lebih mampu dalam menanggapi
krisis itu. Yang pasti disini adalah eksekutif kepala dari organisasi itu
tetapi itu juga mungkin perlu mencakup semua posisi manajemen senior.
Mempekerjakan dirut dari luar pada IBM (Louis Gerstner) dan General Motor (Jack
Smith) melukiskan upaya untuk memperkenalkan kepemimpinan baru.
c. Organisasi yang muda dan kecil
Makin muda
organisasi itu, akan makin kurang berakar budayanya. Sama halnya, lebih mudah
bagi manajemen untuk mengkomunikasikan nilai-nilainya yang baru bila organisasi
itu kecil. Sekali lagi ini membantu menjelaskan kesulitan yang dihadapi
korporasi multimiliar-dolar dalam mengubah budayanya.
d. Budaya lemah
Makin luas suatu
budaya dianut dan makin tinggi kesepakatan di kalangan anggota mengenai
nilai-nilainya, akan makin sulit mengubah budaya itu. Sebaliknya, budaya lemah
lebih mudah menerima perubahan dari pada budaya yang kuat.
2.
Menutut
Cartweight apabila ingin melakukan perubahan, maka perlu melakukan perbaikan
budaya organisasi, antara lain:
a.
Vision as inspiration (visi sebagai inspirasi)
Visi merupakan konsep yang sulit bagi
banyak orang, bukan hanya manajer. Visi memerlukan imajinasi kreatif
untuk memvisualisasikan menjadi sesuatu yang berbeda dan lebih baik dari
sekarang. Visualisasi tersebut merupakan inspirasi
tujuan. Dengan demikian, visi dapat menjdai inspirasi tentang tujuan
yang hendak dicapai.
b.
The management of creative change (manajemen perubahan kreatif)
Perubahan
yang kreatif adalah perubahan yang didukung oleh adanya inovasi, dan inovasi
yang berkembang cepat adalah dalam bidang teknologi. Dan untuk
mengatasi perubahan perlu melakukan manajemen perubahan.
c.
Value-based management (manajemen berbasis nilai)
Penciptaan
nilai secara berkelanjutan menambah nilai bagi bisnis. Sementara itu,
maksud dari value management adalah untuk memastikan bahwa
strategi manajer dan pilihan manajemen memberikan dampak langsung terhadap
kinerja bisnis dan nilai pasarnya.
d.
The bottom line (pekerja rendah)
Apapun sistem perbaikan budaya yang
disarankan kepada manajer, yang penting adalah bagaimana mempengaruhi bottom
line. Peningkatan moral, motivasi dan kreativitas pekerja
diharapkan mempunyai pengaruh yang bermanfaat pada bottom
line. Sebailiknya, pemegang anggaran ingin memaksakan cost-effectiveness dari
program perbaikan budaya. Dalam manajemen budaya, bottom line merupakan
tujuan tertunggi. Budaya
merupakan kunci memaksimumkan kinerja bottom line.
e.
Cultural transformation through
business excellent
(transformasi cultural melalui keunggulan bisnis)
Manajemen
nilai-nilai budaya merupakan arah keunggulan bisnis. Kombinasi nilai
pelayanan pelanggan dengan nilai-nilai pekerja berjalan baik dibawah potensi
untuk perbaikan yang diusahakan oleh kepuasan pelanggan yang sudah ada dan
survey kepuasan pekerja. Terdapah hubungan langsung antaraemploye
values management, customer values management, competitive advantage, dan
kinerja bottom line. Suatu organisasi hanya akan sebaik
hasil yang dapat diberikan oleh orangnya.
f.
The
europen business excellent model (model keunggulan bisnis eropa)
The europen business excellent model memberikan kerangka kerja
strategis dan kriteria untuk mengelola organisasi dan mengidentifikasi
kesempatan perbaikan tanpa memandang sifat dan ukuran organisasi. Culture management
menyederhanakan kompleksitas organisasi. Manajemen nilai budaya
merupakan kunci keunggulan bisnis.
g.
Cultural management portofolio (portofolio manajemen budaya)
Ada
delapan bidang yang menjadi alat dan teknik manajemen budaya yang memberikan
dukungan langsung dan tidak langsung dan dapat digunakan untuk meningkatkan
kemajuan dalam mencapai keunggulan bisnis, yaitu: ukuran budaya,
nilai pelayanan pelanggan, nilai-nilai pekerja dan tim building,
pengembangan personal, pengembangan budaya kreatif dan inovatif, budaya partnership,
manajemen perubahan dan nilai-nilai social.
3.
Frances Hesselbein mengembangkan tujuh
langkah yang diperlukan untuk melakukan transformasi cultural yaitu:
a.
Mengamati beberapa kecenderungan
lingkungan yang akan mempunyai dampak terbesar pada organisasi dimasa depan.
b.
Mempertimbangkan
implikasi dari kecenderungan tersebut
c.
Meninjau
kembali misi dan menyempurnakan
d.
Meninggalkan hierarki lama dan
menciptakan struktur dan sistem manajemen yang fleksibel dan cair yang
melepaskan energy orang
e.
Menantang asumsi, kebijakan dan
prosedur dan hanya menjaga yang mencerminkan masa depan yang diinginkan
f.
Mengkomunikasikan beberapa pesan yang
memaksa yang memobilaisasi orang sekitar misi, tujuan dan nilai-nilai
g. Membubarkan tanggung jawab
kepemimpinan terhadap organisasi pada setiap tingkatan.
II. KARAKTERISTIK
BUDAYA ORGANISASI
Budaya perusahaan merupakan sesuatu hal yang sangat
kompleks. Oleh karena itu budaya perusahaan harus memiliki beberapa
karakteristik sebagai wujud nyata keberadaannya.
Berikut ini adalah karakteristik budaya organisasi menurut
beberapa ahli :
1.
Tan
Karakteristik budaya organisasi menurut Tan adalah sebagai berikut:
a.
Individual
initiative
Yaitu tingkat tanggung jawab, kebebasan dan kemerdekaan yang
dimiliki individu.
b.
Risk
tolerance
Yaitu suatu tingkatan dimana pekerja didorong mengambil
resiko, menjadi agresif dan inovatif.
c.
Direction
Yaitu
kemampuan orgasasi menciptakan tujuan yang jelas dan menetapkan harapan
kinerja.
d.
Integration
Yaitu tingkat dimana unit dalam organisasi didorong untuk
beroperasi dengan cara terkoordinasi.
e.
Management support
Yaitu tingkatan dimana manajer mengusahakan komunikasi
yang jelas, bantuan dan dukungan pada bawahannya.
f.
Control
Yaitu jumlah aturan dan pengawasan langsung yang
dipergunakan untuk melihat dan mengawasi perilaku pekerja.
g.
Identity
Yaitu tingkatan dimana anggota mengidentifikasi bersama
organisasi secara keseluruhan dari pada dengan kelompok kerja atau bidang
keahlian professional tertentu.
h.
Reward system
Yaitu suatu tingkatan dimana alokasi reward, kenaikan gaji atau promosi,
didasarkan pada criteria kinerja pekerja, dan bukan pada senioritas atau
favoritisme.
i.
Conflict tolerance
Yaitu suatu tingkatan dimana pekerja didorong
menyampaikan konflik dan kritik secara terbuka.
j.
Communication patterns
Yaitu suatu tingkatan dimana komunikasi organisasional
dibatasi pada kewenangan hierarki formal
2.
Robbins
Mengemukakan tujuh
karakteristik primer atau utama yang digunakan secara bersama untuk memahami
hakikat dari suatu budaya organisasi. Ketujuh karakteristik primer tersebut
meliputi:
a. Inovasi dan pengambilan resiko (innovation and risk taking)
Sejauhmana para karyawan didorong agar inovatif dan
mengambil resiko dalam melakukan tugas dan pekerjaannya.
b. Perhatian
terhadap detail (attention to detail)
Sejauhmana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian terhadap detail.
Sejauhmana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis, dan perhatian terhadap detail.
c. Orientasi
pada hasil (outcome orientation).
Sejauhmana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
Sejauhmana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
d. Orientasi
orang (people crientation).
Sejauhmana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu.
Sejauhmana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi itu.
e. Orientasi
pada tim (team orientation).
Sejauhmana kegiatan kerja diorganisasikan berdasar tim, bukannya berdasar individu.
Sejauhmana kegiatan kerja diorganisasikan berdasar tim, bukannya berdasar individu.
f. Agresivitas
(aggresiveness).
Sejauhmana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai santai.
Sejauhmana orang-orang itu agresif dan kompetitif dan bukannya santai santai.
g. Kemantapan
(stability).
Sejauhmana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan.
Sejauhmana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo bukannya pertumbuhan.
Setiap
karakteristik tersebut berada pada bobot dari rendah ke tinggi. Oleh karenanya
dengan menilai organisasi berdasarkan tujuh karakteristik tersebut akan
diperoleh gambaran gabungan atas budaya organisasi itu. Gambaran itu menjadi
dasar bagi perasaan pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai
organisasi itu, cara penyelesaian urusan di dalamnya, dan cara para anggota
diharapkan berperilaku.
Para karyawan membentuk persepsi keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan karakteristik budaya organisasi seperti yang telah diuraikan di atas. Persepsi karyawan mengenai realitas budaya organisasinya menjadi dasar karyawan berperi;aku, bukan mengenai realitas budaya organisasi itu sendiri. Persepsi yang mendukung atau tidak mendukung berbagai karakteristik organisasi tersebut kemudian mempengaruhi kinerja karyawan.
Para karyawan membentuk persepsi keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan karakteristik budaya organisasi seperti yang telah diuraikan di atas. Persepsi karyawan mengenai realitas budaya organisasinya menjadi dasar karyawan berperi;aku, bukan mengenai realitas budaya organisasi itu sendiri. Persepsi yang mendukung atau tidak mendukung berbagai karakteristik organisasi tersebut kemudian mempengaruhi kinerja karyawan.
3. Sedangkan
Jakarta Consulting Group menggunakan sepuluh macam karakteristik budaya
organisasi, yang meliputi:
a. Inisiatif
Individu
Seberapa jauh inisiatif seseorang dikehendaki dalam
perusahaan. Meliputi derajat tanggung jawab, kebebasan, dan independensi dari
masing-masing anggota organisasi. Seberapa besar seseorang diberi wewenang
dalam menjalankan tugasnya, seberapa berat tanggung jawab yang harus dipikul
sesuai kewenangannya dan seberapa luas kebebasan dalam mengambil keputusan.
b. Toleransi
Seberapa jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif, dan mau menghadapi resiko di dalam pekerjaannya.
Seberapa jauh sumber daya manusia didorong untuk lebih agresif, inovatif, dan mau menghadapi resiko di dalam pekerjaannya.
c. Pengarahan
Kejelasan organisasi dalam menentukan tujuan dan harapan terhadap sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan waktu.
Kejelasan organisasi dalam menentukan tujuan dan harapan terhadap sumber daya manusia terhadap hasil kerjanya. Harapan dapat dituangkan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan waktu.
d. Integrasi
Bagaimana unit-unit dalam organisasi didorong untuk melakukan kegiatannya dalam suatu koordinasi yang baik. Seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama ditekankan dalam pelaksanaan tugas. Seberapa dalam interdependensi antar sumber daya manusia.
Bagaimana unit-unit dalam organisasi didorong untuk melakukan kegiatannya dalam suatu koordinasi yang baik. Seberapa jauh keterkaitan dan kerja sama ditekankan dalam pelaksanaan tugas. Seberapa dalam interdependensi antar sumber daya manusia.
e. Dukungan
Manajemen
Seberapa jauh para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.
Seberapa jauh para manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan dan dukungan terhadap bawahannya dalam melaksanakan tugasnya.
f. Pengawasan
Meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan.
Meliputi peraturan-peraturan dan supervisi langsung yang digunakan untuk melihat secara keseluruhan dari perilaku karyawan.
g. Identitas
Pemahaman anggota organisasi yang loyal kepada organisasi secara penuh. Seberapa jauh loyalitas terhadap organisasi.
Pemahaman anggota organisasi yang loyal kepada organisasi secara penuh. Seberapa jauh loyalitas terhadap organisasi.
h. Sistem
Penghargaan
Alokasi reward yang berdasarkan pada kriteria hasil kerja karyawan. Pada perusahaan yang sistem penghargaannya jelas, semuanya telah terstandarisasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
Alokasi reward yang berdasarkan pada kriteria hasil kerja karyawan. Pada perusahaan yang sistem penghargaannya jelas, semuanya telah terstandarisasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
i.
Toleransi Terhadap Konflik
Usaha mendorong karyawan untuk kritis terhadap konflik yang terjadi. Dalam budaya perusahaan yang toleransi konfliknya tinggi, perdebatan dalam pertemuan adalah sesuatu yang wajar. Tetapi dalam perusahaan yang toleransi konfliknya rendah, SDM akan menghindari perdebatan dan menggerutu.
Usaha mendorong karyawan untuk kritis terhadap konflik yang terjadi. Dalam budaya perusahaan yang toleransi konfliknya tinggi, perdebatan dalam pertemuan adalah sesuatu yang wajar. Tetapi dalam perusahaan yang toleransi konfliknya rendah, SDM akan menghindari perdebatan dan menggerutu.
j.
Pola Komunikasi
Komunikasi organisasi yang terbatas pada hierarki formal dari setiap perusahaan.
Komunikasi organisasi yang terbatas pada hierarki formal dari setiap perusahaan.
BAB III
PENUTUP
Budaya organisasi pada dasarnya mewakili
norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk mereka
yang ada di dalam hierarki organisasi, sehingga budaya organisasi tersebut
sangat penting perannya dalam mendukung terciptanya suatu organisasi yang
efektif. Lebih spesifik lagi, budaya organisasi dapat berperan dalam
menciptakan jati mengembangkan keikatan pribadi dengan organisasi sekaligus
menyajikan pedoman perilaku kerja.
Budaya organisasi memberikan desain
konseptual yang berisi standar untuk mengambil suatu keputusan mengenai apa
yang harus dilakukan dan bagaiman melaksanakannya. Ddesain konseptual muncul
dalam suatu proses interaksi social yang berorientasi terutama pada pemecahan
masalah, yang dari wakti ke waktu himpunan budaya yang diciptakan itu dialihkan
dari generasi ke generasi secara berkesinambungan.
Jadi, budaya organisasi yang benar-benar
dikelola sebagai alat manajemen akan berpengaruh dan menjadi pendorong bagi
karyawan untuk berperilaku positif, dedikatif, dan produktif. Nilai budaya itu
tidak tampak, tetapi merupakan kekuatan yang mendorong perilaku untuk
menghasilkan efektifitas kinerja.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber Pustaka:
Riani, Asri
Laksmi.2011.Budaya Organisasi.Yogyakarta:Graha
ilmu.
Sobirin, Achmad.2007.Budaya Organisasi: Pengertian, Makna dan
Aplikasinya dam
Kehidupan
Organisasi.Yogyakarta:UPP STIM
YKPN
Sutrisno, Edi.2010.Budaya Organisasi.Jakarta: Kencana
Sumber Internet:
http://www.majalahpendidikan.com/2011/04/karakteristik-budaya-organisasi.html (Diakses 28 Februari 2013)
http://www.psikologizone.com/cara-merubah-budaya-organisasi/06511763 (Diakses 28 Februari 2013)
http://www.psychologymania.com/2012/10/mempertahankan-budaya-organisasi.html (Diakses 28 Februari 2013)
http://teorionline.wordpress.com/2010/01/25/fungsi-dan-unsur-pembentuk-budaya/ (Diakses 28 Februari 2013)